Edukasi
Konstribusi Seni Tari Dalam Membangun Pendidikan Multikultural
Konstribusi
Seni Tari Dalam Membangun Pendidikan Multikultural
Seni tari nusantara
merupakan suatu ensiklopedi etnis yang menyimpan segala sesuatu yang dianggap
penting oleh masyarakat pendukungnya. Seni tari nusantara sarat akan
pesan-pesan filosofis, baik aspek spiritual, moral, dan sosial dari
komunitasnya. Usaha diseminasi seni tari nusantara untuk anak-anak Indonesia
melalui kegiatan penciptaan dan pementasan kolaborasi akan dapat meningkatkan
apresiasi mereka terhadap seni budaya nusantara. Oleh karena itu sebagai anak
bangsa, peserta didik sudah selayaknya mengetahui khazanah kesenian tradisi
bangsanya sendiri. Dengan demikian, apresiasi terhadap seni tari nusantara ini
diharapkan membantu peserta didik mengenal jati dirinya dan sekaligus memahami
pluralitas identitas bangsanya. Pada gilirannya, mereka akan mampu menghormati
perbedaan dan keanekaragaman, dan secara arif menerima realitas pluralitas
budaya masyarakat Indonesia.
Pendidikan merupakan wahana
yang paling tepat
untuk membangun kesadaran multikulturalisme dimaksud.
Karena, dalam tataran
ideal, pendidikan seharusnya bisa berperan sebagai “juru
bicara” bagi terciptanya fundamen kehidupan multikultural yang terbebas dari
kooptasi negara. Hal
itu dapat berlangsung
apabila ada perubahan
paradigma dalam pendidikan,
yakni dimulai dari penyeragaman menuju identitas tunggal, lalu ke arah
pengakuan dan penghargaan keragaman identitas dalam kerangka penciptaan
harmonisasi kehidupan. Pendidikan bukan hanya sebagai pusat belajar dan mengajar
dalam
pengertian”intellectual
development” (perkembangan intelektual)
tetapi harus pula merupakan pusat
penghayatan dan pengembangan
budaya, baik budaya
lokal maupun budaya
nasional, bahkan budaya global. Sebagai bangsa yang mempunyai keragaman
budaya yang diikat dalam semangat Bhineka Tunggal Ika, bangsa Indonesia
dituntut untuk mampu mengelola keragaman atau pluralitas itu secara baik.
Pengelolaan keragaman secara tepat, adalah kondisi yang bisa memberikan
kontribus kondusif bagi usaha
memperkokoh dan memperkuat
semangat persatuan dan kebangsaan
dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, khususnya dalam semangat
dan usaha membangun bangsa guna mewujudkan kehidupan yang damai sejahtera.
Keanekaragaman budaya ini
dapat mewujudkan masyarakat multikultural, apabila
warganya dapat hidup
berdampingan, toleran dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya
sebuah wacana, tetapi harus menjadi patokan penilaian atau pedoman etika dan
moral dalam bertindak
yang benar dan pantas
bagi orang Indonesia.
Nilai tersebut harus dijadikan acuan bertindak, baik dalam
bidang sosial, ekonomi, politik maupun dalam
tindakan individual.
Keragaman diharapkan menjadi
dasar pemersatu bangsa Indonesia,
mengingat bangsa Indonesia
memiliki keragaman etnis dengan
pola tradisi idealisme yang berbeda-beda, yang dapat mengancam keutuhan
bangsa. Pendidikan merupakan wahana
yang paling tepat untuk
membangun kesadaran multikulturalisme dimaksud. Karena, dalam
tataran ideal, pendidikan seharusnya
bisa berperan sebagai
“juru bicara” bagi terciptanya
fundamen kehidupan multikultural yang
terbebas dari kooptasi
negara. Hal itu
dapat berlangsung apabila ada perubahan paradigma dalam pendidikan,
yakni dimulai dari penyeragaman menuju
identitas tunggal, lalu ke arah
pengakuan dan penghargaan keragaman identitas dalam kerangka penciptaan
harmonisasi kehidupan. Pendidikan yang mengakui dan menghormati adanya
keragaman budaya disebut dengan pendidikan multikultural. Makna pendidikan
multikultural adalah pendidikan untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam
merespon perubahan demografi dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau
bahkan dunia secara keseluruhan.
Kesenian
Seperti kita
ketahui, bahwa kebudayaan
nasional Indonesia, bisa memberi
rasa kepribadian bangsa Indonesia sebagai
suatu keseluruhan dan
sebagai suatu kesatuan nasional. Maka dari itu kebudayaan nasional
Indonesia harus memiliki sifat khas dan memberi kebanggaan kepada
semua orang Indonesia, oleh
karena itu ia
harus bermutu amat tinggi.
Koentjaraningrat menyebutkan bahwa
dari unsur-unsur kebudayaan yang
universal yaitu:
1) sistem teknologi;
2) sistem mata
pencaharian hidup;
3) sistem
kemasyarakatan;
4) bahasa;
5) sistem pengetahuan;
6) religi;
dan
7) kesenian
memang hanya satu
diantara ketujuh unsur
kebudayaan itu bisa dikembangkan
secara khusus, yaitu
kesenian.
Seni
Tari
Selama berabad-abad tari
dipertunjukkan pada berbagai
konteks sosial, seperti
yang berkaitan dengan upacara
(ritual), hiburan umum,
festival, propaganda produk, kampanye politik, dan lain-lain. Tari dikenal
sejak mengenal peradaban.
Beberapa sumber tertulis menjelaskan bahwa tari
telah berperan penting sejak zaman pra-sejarah. Data-data arkeologis menunjukkan
adanya gambar-gambar manusia sedang
menari yang terdapat
di dinding-dinding goa. Budaya
menari hidup dan berkembang di dalam berbagai kelompok masyarakat, dan inilah
yang nampaknya melahirkan taria-tarian tradisi
hingga kini. Tradisi
menari, yang mulanya hanya
diperuntukkan bagi kepentingan
ritual sosial dan
keagamaan, kemudian berkembang menjadi suatu seni pertunjukan.
Oleh sebab itu, tari sebagai bagian
dari kebudayaan manusia
dengan mudah dapat dijumpai di
berbagai belahan bumi ini, dalam berbagai bentuk dan fungsinya. Tari merupakan ungkapan perasaan
manusia yang dinyatakan dengan
gerakan-gerakan tubuh manusia ekspresif yang bertujuan, ditetapkan secara
kultural, mengandung ritme, mengandung nilai estetika, dan memiliki
potensi simbolik.
Pembelajaran seni tari
adalah sebuah strategi
atau cara untuk mengubah atau membentuk sikap siswa dari kondisi alami
menjadi sikap atau kondisi yang memahami tentang fungsi fisik, mental dan
memahami kondisi sosial yang berkembang dilingkungannya.
Pendidikan
Multiluktur
Informasi mengenai budaya
lokal merupakan titik tolak
dari pengembangan sikap
multikultural dari generasi muda.
Bagian penting dari
sistem pendidikan yang berwawasan
multikultur adalah
bagaimana menumbuhkan sensitivitas
siswa akan kekayaan budaya
masyarakat yang bersifat
plural. Hal ini dapat
dilakukan oleh sekolah
dengan cara memecah kantung-kantung kebudayaan siswa dan
memperluas perspektif budaya
mereka. Hal ini bertujuan
merubah keseluruhan lingkungan pendidikan sehingga mampu untuk
mempromosikan penghargaan kepada kelompok-kelompok budaya lainnya dan
memungkinkan seluruh kelompok-kelompok budaya
untuk mengalami kesamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan (Banks, 1979:
238-239). Lebih lanjut
Banks (1979) menjelaskan, bahwa pendidikan multikultur memiliki beberapa
dimensi yang saling
berkaitan satu dengan yang lain,
pertama, content integration, yaitu
mengintegrasikan berbagai budaya
dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan
teori dalam atau pelajaran/disiplin ilmu.
Kedua, the knowledge
construction process, yaitu membawa
siswa untuk memahami
implikasi budaya ke dalam
sebuah mata pelajaran
(disiplin). Ketiga, an equity
paedogogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara
belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi
akademik siswa yang beragam
baik dari segi
ras, budaya, (culture) ataupun sosial (social). Keempat, prejudice reduction, yaitu
mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan
menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian,
melatih kelompok untuk
berpartisipasi dalam
kegiatan olah raga,
berinteraksi dengan
seluruh staf dan
siswa yang berbeda
etnis dan ras dalam
upaya menciptakan budaya
akademik yang toleran dan
inklusif. Asumsi dasar dari
pendidikan yang berwawasan multikultur
adalah bagaimana
kelompok-kelompok etnik yang
beragam dapat menentukan sendiri
budaya asli mereka
yang mereka miliki, serta pada saat yang bersamaan dapat menjadi multikultural.
Beberapa strategi program
pendidikan yang berwawasan multikultur sesuai dengan maksud
diadakannya yakni memberikan perspektif multikultur kepada siswa yaitu:
1) Belajar bagaimana
dan di mana menentukan tujuan, informasi yang akurat tentang kelompok-kelompok
kultur yang beragam;
2) Identifikasi serta
periksalah aspek-aspek positif dari individu-individu atau kelompok-kelompok etnik yang berbeda;
3) Belajarlah toleran untuk keberagaman melalui
eksperimentasi di dalam
sekolah dan kelas
dengan praktik-praktik dan kebiasaan
yang berlainan;
4) Dapatkan jika
memungkinkan pengalaman positif dari
tangan pertama dengan
kelompok-kelompok budaya yang beragam;
5) Kembangkanlah
perilaku-perilaku yang empatis
melalui bermain peran (role
playing) dan simulasi;
6) Praktikan penggunaan “perspective glasses”,
yakni melihat suatu event,
babakan sejarah, atau isu-isu melalui perspektif kelompok
budaya atau jender
lanilla;
7) Identifikasilah dan
analisislah stereotip-stereotip budaya
8) Identifikasilah seluruh
kasus diskriminasi serta prasangka
sosial yang berasal dari kehidupan siswa sehari-hari
Konstribusi
seni tari nusantara dalam pendidikan mutikultural
Keberadaan seni dalam
pendidikan yang difungsikan sebagai sarana pendidikan, memiliki makna bahwa
seni dimanfaatkan untuk upaya menyiapkan potensi peserta didik bagi hari
depannya. Berkaitan dengan manfaat seni itu ada dua hal yang perlu diungkapkan,
yaitu tentang manfaat
apa yang diharapkan,
dan apa dari seni
yang dapat dimanfaatkan.
Yang diharapakan adalah
seni untuk membantu
penyiapan peserta didik agar menjadi individu yang utuh. Utuh jiwa dan
raganya, dan mampu
menghadapi hari depannya di
masyarakat. Apa dari seni
yang dapat dimanfaatkan untuk
misi tersebut adalah karakterisik yang
dikandung dalam seni. Suatu krakteristik yang spesifik, yaitu
suatu ciri yang
terkandung dalam seni, yang
membedakan antara apa
yang seni dan apa
yang bukan seni,
dan ciri yang
membedakan antara sisi seni
yang dapat dimanfaatkan
dan yang tidak. Karakterisik itu
begitu spesialnya tidak dapat dicari penggantinya baik pengganti dari seni
sendiri apalagi dari bidang lain non seni.
Dengan demikian hal sisi lain seni yang dimanfaatkan yang dimaksud
adalah visi dari pendidikan seni.