News
Kisah Penyelam Pencari AirAsia Lawan Predator dan Ganasnya Alam
Sembilan hari telah berlalu. Proses pencarian korban dan bangkai Pesawat AirAsia QZ8501 masih berlangsung. Para petugas penyelamat yang berasal dari Tim SAR Gabungan harus berjibaku mencari kotak hitam (black box) pesawat dan 125 penumpang pesawat yang hilang pada Minggu 28 Desember 2014 lalu.
Di antara para penyelamat ada tim penyelam dari TNI AL, yang terdiri dari Detasemen Jala Mangkara (Denjaka), Komando Pasukan Katak (Kopaska), dan Pengintai Amfibi (Taifib). Jumlahnya 66 orang.
Tugas utama mereka, menyelam ke dasar laut yang diduga tempat jatuhnya AirAsia untuk mencari, menemukan, lalu mengevakuasi black box dan tentu penumpang yang menjadi korban serta serpihan pesawat.
Di antara tugas itu, pekerjaan utama penyelam adalah mencari kotak hitam. Sebab kotak ini sangat penting untuk mengetahui kondisi sebenarnya yang dialami pesawat sebelum hilang dan akhirnya jatuh di Selat Karimata, Kalimantan Tengah.
Menyelam ke dasar laut, apalagi di bulan-bulan cuaca sedang tidak bersahabat seperti saat ini, bukanlah perkara mudah. Beberapa hari terakhir, kondisi perairan di bagian utara Laut Jawa dekat Selat Karimata, ganas dan tidak bersahabat. Gelombang laut menjulang tinggi 3 hingga 4 meter. Di dasar laut, arus bergerak deras hingga 5 knot. Kondisi yang benar-benar tidak ideal untuk diselami.
Tidak hanya itu, tantangan lain yang harus dihadapi tim penyelam untuk AirAsia QZ8501, adalah kondisi dasar laut yang berlumpur. Airnya keruh. Daya penglihatan 0 meter, sehingga penyelam seringkali tak dapat melihat dan menemukan apa-apa di dasar laut.
Komandan Pangkalan TNI AL Banjarmasin, Kolonel Laut Pelaut Haris Bima, juga mengungkapkan fakta lain yang harus dihadapi penyelam. "Di dasar laut tentu juga dingin dengan cuaca seperti itu. Fisik penyelam bisa langsung turun," kata Bima.
Selain tantangan alam, para penyelam juga harus berhadapan dengan bahaya lain. Yakni predator-predator laut. Sangat terbuka kemungkinan, predator itu berkeliaran di sekitar lokasi pencarian AirAsia QZ8501. Sebabnya, kondisi jenazah yang mulai mengalami proses pembusukan karena sudah terlalu lama di dalam laut.
Para penyelam harus ekstra waspada terhadap kemungkinan itu. Jika tidak hati-hati, bisa-bisa mereka menjadi sasaran para predator itu.
Komandan Tim Penyelam TNI AL, Kapten Laut Pelaut Edi Tirtayasa mengungkapkan, beberapa predator laut yang ditakutkan yakni hiu, ular laut, dan pari.
Kendati hingga saat ini tidak ada hiu yang mendekat ke lokasi pencarian AirAsia QZ8501, namun hewan buas itu harus tetap diwaspadai. "Ya pasti mengundang (predator laut) dengan kondisi jenazah yang sudah alami proses pembusukan," ujar Bima.
Kondisi dasar laut yang berlumpur dan keruh, membuat penyelam juga harus berhati-hati. Sebab, dalam kondisi seperti ini keberadaan ular laut sering tidak disadari. Apalagi gigitan ular itu tidak menimbulkan rasa sakit. Sehingga banyak penyelam yang tidak sadar telah digigit ular mirip belut itu.
Padahal sebagian ular laut sangat berbisa dan mematikan. Jika tergigit, efek racunnya langsung mematikan dalam hitungan detik. "Ular laut, sekali patok, tidak sampai 1 menit kita mati," ujar Edi.
Untuk menghindari bisa ular laut, umumnya sebelum terjun ke laut, para penyelam TNI AL akan minum serum atau anti bisa ular lebih dulu. Dengan begitu mereka tak perlu khawatir terkena gigitan ular laut.
"Tapi kalau minum air, justru bikin mengundang banyak ular laut mendekat. Karena tubuh kita mengeluarkan bau amis dari serum," ucap Edi.
Ikan pari juga salah satu predator yang perlu diwaspadai. Di area pencarian AirAsia QZ8501, banyak ikan pari berkeliaran. Ikan ini ditakuti karena ekor atau buntutnya. Jika sabetan ekornya mengenai tubuh manusia, dampaknya mematikan.
Hingga hari ke-10 pencarian Pesawat AirAsia QZ8501, total penumpang yang sudah berhasil ditemukan 37 orang. Semuanya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Dua di antaranya awak kabin yakni 1 pramugari dan 1 pramugara. Semua jenazah sudah diidentifikasi mendalam oleh tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri dan 6 di antaranya sudah diserahkan ke keluarga korban.
Di antara para penyelamat ada tim penyelam dari TNI AL, yang terdiri dari Detasemen Jala Mangkara (Denjaka), Komando Pasukan Katak (Kopaska), dan Pengintai Amfibi (Taifib). Jumlahnya 66 orang.
Tugas utama mereka, menyelam ke dasar laut yang diduga tempat jatuhnya AirAsia untuk mencari, menemukan, lalu mengevakuasi black box dan tentu penumpang yang menjadi korban serta serpihan pesawat.
Di antara tugas itu, pekerjaan utama penyelam adalah mencari kotak hitam. Sebab kotak ini sangat penting untuk mengetahui kondisi sebenarnya yang dialami pesawat sebelum hilang dan akhirnya jatuh di Selat Karimata, Kalimantan Tengah.
Menyelam ke dasar laut, apalagi di bulan-bulan cuaca sedang tidak bersahabat seperti saat ini, bukanlah perkara mudah. Beberapa hari terakhir, kondisi perairan di bagian utara Laut Jawa dekat Selat Karimata, ganas dan tidak bersahabat. Gelombang laut menjulang tinggi 3 hingga 4 meter. Di dasar laut, arus bergerak deras hingga 5 knot. Kondisi yang benar-benar tidak ideal untuk diselami.
Tidak hanya itu, tantangan lain yang harus dihadapi tim penyelam untuk AirAsia QZ8501, adalah kondisi dasar laut yang berlumpur. Airnya keruh. Daya penglihatan 0 meter, sehingga penyelam seringkali tak dapat melihat dan menemukan apa-apa di dasar laut.
Komandan Pangkalan TNI AL Banjarmasin, Kolonel Laut Pelaut Haris Bima, juga mengungkapkan fakta lain yang harus dihadapi penyelam. "Di dasar laut tentu juga dingin dengan cuaca seperti itu. Fisik penyelam bisa langsung turun," kata Bima.
Selain tantangan alam, para penyelam juga harus berhadapan dengan bahaya lain. Yakni predator-predator laut. Sangat terbuka kemungkinan, predator itu berkeliaran di sekitar lokasi pencarian AirAsia QZ8501. Sebabnya, kondisi jenazah yang mulai mengalami proses pembusukan karena sudah terlalu lama di dalam laut.
Para penyelam harus ekstra waspada terhadap kemungkinan itu. Jika tidak hati-hati, bisa-bisa mereka menjadi sasaran para predator itu.
Komandan Tim Penyelam TNI AL, Kapten Laut Pelaut Edi Tirtayasa mengungkapkan, beberapa predator laut yang ditakutkan yakni hiu, ular laut, dan pari.
Kendati hingga saat ini tidak ada hiu yang mendekat ke lokasi pencarian AirAsia QZ8501, namun hewan buas itu harus tetap diwaspadai. "Ya pasti mengundang (predator laut) dengan kondisi jenazah yang sudah alami proses pembusukan," ujar Bima.
Kondisi dasar laut yang berlumpur dan keruh, membuat penyelam juga harus berhati-hati. Sebab, dalam kondisi seperti ini keberadaan ular laut sering tidak disadari. Apalagi gigitan ular itu tidak menimbulkan rasa sakit. Sehingga banyak penyelam yang tidak sadar telah digigit ular mirip belut itu.
Padahal sebagian ular laut sangat berbisa dan mematikan. Jika tergigit, efek racunnya langsung mematikan dalam hitungan detik. "Ular laut, sekali patok, tidak sampai 1 menit kita mati," ujar Edi.
Untuk menghindari bisa ular laut, umumnya sebelum terjun ke laut, para penyelam TNI AL akan minum serum atau anti bisa ular lebih dulu. Dengan begitu mereka tak perlu khawatir terkena gigitan ular laut.
"Tapi kalau minum air, justru bikin mengundang banyak ular laut mendekat. Karena tubuh kita mengeluarkan bau amis dari serum," ucap Edi.
Ikan pari juga salah satu predator yang perlu diwaspadai. Di area pencarian AirAsia QZ8501, banyak ikan pari berkeliaran. Ikan ini ditakuti karena ekor atau buntutnya. Jika sabetan ekornya mengenai tubuh manusia, dampaknya mematikan.
Hingga hari ke-10 pencarian Pesawat AirAsia QZ8501, total penumpang yang sudah berhasil ditemukan 37 orang. Semuanya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Dua di antaranya awak kabin yakni 1 pramugari dan 1 pramugara. Semua jenazah sudah diidentifikasi mendalam oleh tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri dan 6 di antaranya sudah diserahkan ke keluarga korban.