News
5 Momen Bersejarah Susi Susanti
Susi Susanti adalah pebulu tangkis tunggal putri terhebat yang pernah dimiliki Indonesia sampai detik ini. Koleksi gelar miliknya menjadi bukti kehebatan Pebulu tangkis asal Tasikmalaya di era 1990-an.
Emas Olimpiade, Emas Kejuaraan Dunia, Trofi All England, dan Piala Uber serta Piala Sudirman adalah bukti sahih kehebatan Susi Susanti.
Berikut lima momen terbaik dalam karir Susi disertai urutan yang dipilih sendiri oleh Susi. Seperti yang dilansir CNN Indonesia.
1. Piala Uber 1994
Susi Susanti yang sudah meraih berbagai titel bergengsi di nomor individu dituntut untuk mampu membawa Indonesia juga bisa berprestasi di Piala Uber. Saat itu Indonesia sendiri menjadi tuan rumah di gelaran 1994.
"Prediksi di atas kertas, saat itu kita masih kalah dari Cina dan Korea Selatan jika dilihat dari segi materi tim. Namun hal itu tidak menghalangi niat Indonesia untuk bisa juara," tutur Susi.
Indonesia saat itu hanya memiliki Susi dan Lili Tampi/Finarsih sebagai pemain yang ada di posisi lima besar dunia, kalah dibandingkan Cina dan Korea yang memiliki materi tim yang lebih merata.
"Karena itulah saya bertekad untuk selalu bisa menyumbang poin. Sebagai pemain yang turun di nomor pertama, kemenangan saya bisa berdampak positif bagi partai lainnya," ucap Susi.
Di babak final, Indonesia berduel menghadapi Cina dan Susi berjumpa dengan sang rival Ye Zhaoying di partai pertama. Susi sukses menunaikan tugasnya dengan menang 11-4, 12-10 atas Ye Zhaoying. Indonesia pun kembali bisa mengangkat trofi Piala Uber setelah sekian lama.
"Perjuangan seluruh pemain di tim itu begitu hebat. Ditambah dukungan penonton, kami berhasil jadi juara," ucap Susi.
2. Juara Piala Sudirman 1989
Istora Senayan sudah mulai kehilangan suaranya. Bahkan beberapa penonton sudah mulai meninggalkan kursi tempat mereka duduk. Padahal di lapangan, masih ada Susi Susanti yang tengah berjuang agar Indonesia tak kalah di partai ketiga.
"Saat itu saya masih pemain muda dan belum apa-apa. Indonesia sudah tertinggal 0-2 dan saya pun kalah di gim pertama," tutur Susi.
Istora yang biasanya gaduh menjadi sunyi karena Susi pun di ambang kekalahan saat ia tertinggal 6-10 di gim kedua dari Lee Young-Suk.
Dalam hening Istora itu, Susi terus berjuang untuk tidak kalah. Poin demi poin ia kumpulkan. Suara dukungan pun mulai terdengar sedikit demi sedikit.
"Musuh tinggal merebut satu poin dan semua berakhir. Maka saya bertekad mati-matian. Kemanapun shuttlecock jatuh, akan saya kejar semampu saya," kata Susi.
Melihat Susi yang jatuh bangun mengejar shuttlecock membuat penonton kembali bergairah. Ada harapan di sana dan suara Istora pun kembali pecah. Susi sukses menyamakan kedudukan menjadi 10-10 dan akhirnya menang 12-10 lewat deuce.
Saat interval, kemeriahan Istora sudah kembali seperti sedia kala. Semua memiliki keyakinan bahwa pebulu tangkis muda Indonesia ini bisa menjawab harapan publik Indonesia.
"Saat jeda interval, Young-Suk dimarahi dan ditampar oleh pelatihnya. Saya ingat benar hal itu namun saya tetap fokus pada diri saya sendiri," kata Susi.
Pada game ketiga, Susi benar-benar sudah menguasai permainan. Ia meraih poin demi poin dan memenangkan game penentuan dengan skor telak 11-0.
"Saya benar-benar ingin memastikan Young-Suk tidak bisa bangkit lagi di pertandingan itu. Karena itulah saya terus menekannya."
Susi menang dan skor pun berubah menjadi 1-2. Indonesia kembali bergairah dan Eddy Kurniawan serta Eddy Hartono/Verawaty Fajrin pun sukses meraih poin di dua pertandingan terakhir dan membawa Indonesia memenangi Piala Sudirman edisi perdana.
3. Titel Juara All England 1990
Susi Susanti kembali datang menapaki babak final All England, turnamen bulu tangkis paling legendaris di dunia. Setahun sebelumnya, Susi kalah di babak final di tangan Li Lingwei.
Tak ingin kembali kalah di babak final, Susi langsung menampilkan permainan agresif begitu pertandingan melawan Huang Hua dimulai.
Hasilnya efektif. Susi terus unggul dan mendapatkan game point di angka 10-6. Namun lantaran kehilangan fokus, permainan harus berlanjut ke deuce.
"Saat unggul jauh saya malah jadi tergesa-gesa ingin secepatnya menyelesaikan pertandingan. Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Huang Hua.
Huang Hua sukses menyamakan kedudukan menjadi 10-10 dan bahkan sempat unggul 11-10. Di saat terdesak inilah justru Susi bisa kembali menata fokus, keluar dari tekanan dan berbalik menang 12-11.
"Menang di gim pertama membuat saya lega. Saya lebih fokus di gim kedua dan benar-benar tak memberinya kesempatan untuk berkembang," tutur Susi.
Susi tak lagi tertahankan di game kedua. Ia menang mudah 11-1.
"Saya gembira karena saya menjadi tunggal putri pertama dari Indonesia yang mampu memenangi All England," kata Susi yang waktu itu masih berusia 19 tahun.
4. Emas Kejuaraan Dunia 1993
Setelah menjadi juara Olimpiade, target Susi saat itu jelas, menjadi juara dunia pada tahun berikutnya. Performanya yang tengah stabil membuat banyak pihak yakin Susi bisa mewujudkannya.
"Padaha,l setelah menjadi juara Olimpiade, saya makin merasakan beban makin berat," ucap Susi. "Namun dari beban itulah saya terdorong untuk terus bisa menjaga performa saya."
Setelah berjuang babak demi babak, ternyata final Kejuaraan Dunia 1993 menghadirkan ulangan Final Olimpiade Barcelona 1992.
Bahkan boleh dibilang benar-benar merupakan ulangan karena Susi kalah terlebih dulu di game pertama dengan skor 7-11, sebelum akhirnya memenangi dua game berikutnya dengan 11-9, 11-3.
"Memang mirip. Mungkin karena saya ini memang sebetulnya pemain yang bertipe mesin diesel yang lambat panas. Setelah kalah di gim pertama, permainan saya memang menjadi lebih baik di gim kedua," kata Susi.
"Saya tidak tahu apakah setelah kalah di game kedua, Bang Soo-Hyun kemudian terbebani oleh bayangan final di Barcelona atau tidak," ucap Susi.
"Namun yang jelas dari segi ketahanan fisik, saya memang lebih baik dari Bang Soo-Hyun," tutur Susi menambahkan.
Susi pun akhirnya sukses mewujudkan ambisinya untuk menjadi juara dunia.
"Namun saya belum berpuas diri. Saya masih ingin mengukir banyak prestasi saat itu," kata Susi.
5. Emas Olimpiade Barcelona 1992
Barcelona, Selasa 4 Agustus 1992. Susi bangun dari tempat tidurnya meski ia tak benar-benar menikmati tidur malam sebelumnya. Hari itu bukan sekadar hari biasa karena babak final cabang olahraga bulu tangkis Olimpiade Barcelona 1992 sedang menanti dirinya.
Susi berdiri di ambang sejarah.
Menghadapi Bang Soo-Hyun dari Korea Selatan, kesuksesannya menembus partai final membuka asa masyarakat Indonesia untuk melihat atlet Indonesia bisa meraih emas Olimpiade untuk pertama kali.
"Saya tidak tenang dan tidak bisa tidur dengan nyenyak," ucap Susi mengenang. "Begitu pagi hari datang, ingin rasanya saya cepat-cepat bertanding agar rasa deg-degan yang ada dalam diri saya berlalu," katanya menambahkan.
Susi adalah salah satu andalan Indonesia untuk meraih emas Olimpiade Barcelona 1992. Statusnya sebagai pemain nomor satu dunia membuatnya dipercaya bisa memikul tanggung jawab itu.
"Di babak sebelumnya, saya hanya fokus pada pertandingan per pertandingan dan belum berpikir tentang emas, jadi saya bisa cukup tenang dan tidur di malam harinya," tutur Susi.
"Namun saat final jelas berbeda karena itu berarti selangkah lagi saya mampu mewujudkan cita-cita saya dan juga cita-cita masyarakat Indonesia."
Ketika pertandingan dimulai, kegugupan Susi masih terlihat di game pertama. Bang Soo-Hyun sukses lebih dulu menemukan ritme permainan dan memenangkan game pertama dengan skor 11-5.
"Saya coba tenang dan tidak berpikir terlalu banyak tentang emas Olimpiade usai kalah di gim pertama. Rupanya hal itu membantu saya bisa tampil lepas dan menemukan ritme permainan," ucap Susi.
Alhasil, Susi mampu memenangkan gim kedua dengan skor 11-5. Gim ketiga, atau gim penentuan, pun tidak berlangsung ketat karena Susi begitu dominan dan menang 11-3.
"Begitu selesai, saya berteriak sekeras-kerasnya. Bukan karena saya mendapat emas Olimpiade, saat itu saya berteriak lebih karena beban dan tanggung jawab saya sudah berakhir. Saya sukses memenuhi harapan semuanya," ucap Susi.
Emas Olimpiade, Emas Kejuaraan Dunia, Trofi All England, dan Piala Uber serta Piala Sudirman adalah bukti sahih kehebatan Susi Susanti.
Berikut lima momen terbaik dalam karir Susi disertai urutan yang dipilih sendiri oleh Susi. Seperti yang dilansir CNN Indonesia.
1. Piala Uber 1994
Susi Susanti yang sudah meraih berbagai titel bergengsi di nomor individu dituntut untuk mampu membawa Indonesia juga bisa berprestasi di Piala Uber. Saat itu Indonesia sendiri menjadi tuan rumah di gelaran 1994.
"Prediksi di atas kertas, saat itu kita masih kalah dari Cina dan Korea Selatan jika dilihat dari segi materi tim. Namun hal itu tidak menghalangi niat Indonesia untuk bisa juara," tutur Susi.
Indonesia saat itu hanya memiliki Susi dan Lili Tampi/Finarsih sebagai pemain yang ada di posisi lima besar dunia, kalah dibandingkan Cina dan Korea yang memiliki materi tim yang lebih merata.
"Karena itulah saya bertekad untuk selalu bisa menyumbang poin. Sebagai pemain yang turun di nomor pertama, kemenangan saya bisa berdampak positif bagi partai lainnya," ucap Susi.
Di babak final, Indonesia berduel menghadapi Cina dan Susi berjumpa dengan sang rival Ye Zhaoying di partai pertama. Susi sukses menunaikan tugasnya dengan menang 11-4, 12-10 atas Ye Zhaoying. Indonesia pun kembali bisa mengangkat trofi Piala Uber setelah sekian lama.
"Perjuangan seluruh pemain di tim itu begitu hebat. Ditambah dukungan penonton, kami berhasil jadi juara," ucap Susi.
2. Juara Piala Sudirman 1989
Istora Senayan sudah mulai kehilangan suaranya. Bahkan beberapa penonton sudah mulai meninggalkan kursi tempat mereka duduk. Padahal di lapangan, masih ada Susi Susanti yang tengah berjuang agar Indonesia tak kalah di partai ketiga.
"Saat itu saya masih pemain muda dan belum apa-apa. Indonesia sudah tertinggal 0-2 dan saya pun kalah di gim pertama," tutur Susi.
Istora yang biasanya gaduh menjadi sunyi karena Susi pun di ambang kekalahan saat ia tertinggal 6-10 di gim kedua dari Lee Young-Suk.
Dalam hening Istora itu, Susi terus berjuang untuk tidak kalah. Poin demi poin ia kumpulkan. Suara dukungan pun mulai terdengar sedikit demi sedikit.
"Musuh tinggal merebut satu poin dan semua berakhir. Maka saya bertekad mati-matian. Kemanapun shuttlecock jatuh, akan saya kejar semampu saya," kata Susi.
Melihat Susi yang jatuh bangun mengejar shuttlecock membuat penonton kembali bergairah. Ada harapan di sana dan suara Istora pun kembali pecah. Susi sukses menyamakan kedudukan menjadi 10-10 dan akhirnya menang 12-10 lewat deuce.
Saat interval, kemeriahan Istora sudah kembali seperti sedia kala. Semua memiliki keyakinan bahwa pebulu tangkis muda Indonesia ini bisa menjawab harapan publik Indonesia.
"Saat jeda interval, Young-Suk dimarahi dan ditampar oleh pelatihnya. Saya ingat benar hal itu namun saya tetap fokus pada diri saya sendiri," kata Susi.
Pada game ketiga, Susi benar-benar sudah menguasai permainan. Ia meraih poin demi poin dan memenangkan game penentuan dengan skor telak 11-0.
"Saya benar-benar ingin memastikan Young-Suk tidak bisa bangkit lagi di pertandingan itu. Karena itulah saya terus menekannya."
Susi menang dan skor pun berubah menjadi 1-2. Indonesia kembali bergairah dan Eddy Kurniawan serta Eddy Hartono/Verawaty Fajrin pun sukses meraih poin di dua pertandingan terakhir dan membawa Indonesia memenangi Piala Sudirman edisi perdana.
3. Titel Juara All England 1990
Susi Susanti kembali datang menapaki babak final All England, turnamen bulu tangkis paling legendaris di dunia. Setahun sebelumnya, Susi kalah di babak final di tangan Li Lingwei.
Tak ingin kembali kalah di babak final, Susi langsung menampilkan permainan agresif begitu pertandingan melawan Huang Hua dimulai.
Hasilnya efektif. Susi terus unggul dan mendapatkan game point di angka 10-6. Namun lantaran kehilangan fokus, permainan harus berlanjut ke deuce.
"Saat unggul jauh saya malah jadi tergesa-gesa ingin secepatnya menyelesaikan pertandingan. Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Huang Hua.
Huang Hua sukses menyamakan kedudukan menjadi 10-10 dan bahkan sempat unggul 11-10. Di saat terdesak inilah justru Susi bisa kembali menata fokus, keluar dari tekanan dan berbalik menang 12-11.
"Menang di gim pertama membuat saya lega. Saya lebih fokus di gim kedua dan benar-benar tak memberinya kesempatan untuk berkembang," tutur Susi.
Susi tak lagi tertahankan di game kedua. Ia menang mudah 11-1.
"Saya gembira karena saya menjadi tunggal putri pertama dari Indonesia yang mampu memenangi All England," kata Susi yang waktu itu masih berusia 19 tahun.
4. Emas Kejuaraan Dunia 1993
Setelah menjadi juara Olimpiade, target Susi saat itu jelas, menjadi juara dunia pada tahun berikutnya. Performanya yang tengah stabil membuat banyak pihak yakin Susi bisa mewujudkannya.
"Padaha,l setelah menjadi juara Olimpiade, saya makin merasakan beban makin berat," ucap Susi. "Namun dari beban itulah saya terdorong untuk terus bisa menjaga performa saya."
Setelah berjuang babak demi babak, ternyata final Kejuaraan Dunia 1993 menghadirkan ulangan Final Olimpiade Barcelona 1992.
Bahkan boleh dibilang benar-benar merupakan ulangan karena Susi kalah terlebih dulu di game pertama dengan skor 7-11, sebelum akhirnya memenangi dua game berikutnya dengan 11-9, 11-3.
"Memang mirip. Mungkin karena saya ini memang sebetulnya pemain yang bertipe mesin diesel yang lambat panas. Setelah kalah di gim pertama, permainan saya memang menjadi lebih baik di gim kedua," kata Susi.
"Saya tidak tahu apakah setelah kalah di game kedua, Bang Soo-Hyun kemudian terbebani oleh bayangan final di Barcelona atau tidak," ucap Susi.
"Namun yang jelas dari segi ketahanan fisik, saya memang lebih baik dari Bang Soo-Hyun," tutur Susi menambahkan.
Susi pun akhirnya sukses mewujudkan ambisinya untuk menjadi juara dunia.
"Namun saya belum berpuas diri. Saya masih ingin mengukir banyak prestasi saat itu," kata Susi.
5. Emas Olimpiade Barcelona 1992
Barcelona, Selasa 4 Agustus 1992. Susi bangun dari tempat tidurnya meski ia tak benar-benar menikmati tidur malam sebelumnya. Hari itu bukan sekadar hari biasa karena babak final cabang olahraga bulu tangkis Olimpiade Barcelona 1992 sedang menanti dirinya.
Susi berdiri di ambang sejarah.
Menghadapi Bang Soo-Hyun dari Korea Selatan, kesuksesannya menembus partai final membuka asa masyarakat Indonesia untuk melihat atlet Indonesia bisa meraih emas Olimpiade untuk pertama kali.
"Saya tidak tenang dan tidak bisa tidur dengan nyenyak," ucap Susi mengenang. "Begitu pagi hari datang, ingin rasanya saya cepat-cepat bertanding agar rasa deg-degan yang ada dalam diri saya berlalu," katanya menambahkan.
Susi adalah salah satu andalan Indonesia untuk meraih emas Olimpiade Barcelona 1992. Statusnya sebagai pemain nomor satu dunia membuatnya dipercaya bisa memikul tanggung jawab itu.
"Di babak sebelumnya, saya hanya fokus pada pertandingan per pertandingan dan belum berpikir tentang emas, jadi saya bisa cukup tenang dan tidur di malam harinya," tutur Susi.
"Namun saat final jelas berbeda karena itu berarti selangkah lagi saya mampu mewujudkan cita-cita saya dan juga cita-cita masyarakat Indonesia."
Ketika pertandingan dimulai, kegugupan Susi masih terlihat di game pertama. Bang Soo-Hyun sukses lebih dulu menemukan ritme permainan dan memenangkan game pertama dengan skor 11-5.
"Saya coba tenang dan tidak berpikir terlalu banyak tentang emas Olimpiade usai kalah di gim pertama. Rupanya hal itu membantu saya bisa tampil lepas dan menemukan ritme permainan," ucap Susi.
Alhasil, Susi mampu memenangkan gim kedua dengan skor 11-5. Gim ketiga, atau gim penentuan, pun tidak berlangsung ketat karena Susi begitu dominan dan menang 11-3.
"Begitu selesai, saya berteriak sekeras-kerasnya. Bukan karena saya mendapat emas Olimpiade, saat itu saya berteriak lebih karena beban dan tanggung jawab saya sudah berakhir. Saya sukses memenuhi harapan semuanya," ucap Susi.